Selasa, 09 November 2010

Pemilu 2014 Bakal Kacau Jika Baleg DPR Tidak Segera Selesaikan Pembahasan RUU

JAKARTA -- Pemilu 2014 masih empat tahun lagi. Namun, bayang-bayang akan amburadul seperti Pemilu 2009 sudah mulai muncul. Pemicunya adalah menggantungnya nasib perumusan draf RUU Penyelenggara Pemilu. Bila RUU itu mulur, otomatis tahapannya pun akan mundur. Persis pemilu sebelumnya yang penuh dengan masalah daftar pemilih tetap (DPT).

"Keterlambatan revisi ini jelas sekali akan berakibat kepada keterlambatan pembentukan KPU," kata Koordinator Divisi Legislasi dan Pemilu, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Yuristinus Oloan di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Selasa, 2 November.

Keterlambatan pembentukan KPU itu, menurut dia, akan menimbulkan banyak implikasi. Pembentukan penyelenggara pemilu sampai di tingkat bawah, seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), akan ikut terlambat. Begitu pula halnya dengan pelaksanaan tahapan pemilu, mulai pemutakhiran data pemilih sampai tahap pencalegan.

"Dari berbagai keterlambatan itu, akhirnya, persiapan pemilu akan terburu-buru. Kita akan mengulangi kesalahan yang sama seperti pada Pemilu 2009 lalu, di mana penyelenggaraan pemilu dinilai tidak profesional dan kualitasnya dipertanyakan," beber Yuristinus.

Menurut dia, perumusan RUU Penyelenggara Pemilu mandek karena Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR yang diserahi tanggung jawab menyusun draf tersebut mengalami deadlock. Itu terkait dengan perdebatan krusial mengenai boleh tidaknya anggota parpol menjadi penyelenggara pemilu. Demokrat dan PAN bersikukuh orang parpol tidak boleh masuk.

Yuristinus menyampaikan bahwa tahap argumentasi sudah tidak bisa berkembang lagi dan musyawarah mengalami jalan buntu. Karena itu, seharusnya voting bisa ditempuh. "Tapi, kami yang di luar ini miris kalau hal-hal yang prinsiple begitu sampai divoting," kata Yuristinus. Apalagi, konteksnya baru sebatas pembahasan draf RUU yang nanti akan dibahas kembali oleh DPR bersama pemerintah.

Dalam diskusi tersebut, turut hadir Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri, Direktur Eksekutif CETRO Hadar Navis Gumay, dan Direktur Eksekutif Indonesia Parliament Center (IPC) Sulistio.

Ronald Rofiandri mengatakan, sebenarnya ada konsensus politik awal di parlemen bahwa semua paket RUU politik dibahas dan dituntaskan pada 2010. Tentu saja harapannya adalah persiapan penyelenggaraan pemilu mendapatkan waktu yang lebih lapang. "Rupanya, konsensus ini tidak dipahami dengan baik oleh komisi II dan baleg," sindirnya.

Menurut Ronald, untuk mengatasi kebuntuan itu, jalan lain di luar voting masih bisa ditempuh. Solusinya, panja komisi II mengakomodasi rumusan alternatif di dalam draf RUU Penyelenggara Pemilu untuk materi-materi yang belum disepakati.

Dia menyarankan Badan Legislasi (Baleg) DPR tidak terus memaksakan pembulatan konsep di panja komisi II. "Baleg memang ngotot DPR itu keluarnya harus satu suara. Tapi, fakta politik hari ini sulit untuk itu," ujarnya.

Ronald mengakui langkah tersebut memang belum ada presedennya. Tapi, itu juga tidak dilarang oleh UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD Nomor 27 Tahun 2009 maupun tata tertib DPR. Dia berharap DPR bisa merampungkan draf tersebut dalam masa sidang mendatang. Saat ini DPR memang tengah memasuki masa reses dan baru aktif kembali pada 21 November mendatang.

Hadar Navis Gumay menambahkan, keterlambatan pembahasan RUU Penyelenggara Pemilu akan membuat pembahasan paket RUU politik yang lain ikut tertunda. Dia mengingatkan, keterlambatan itu pada gilirannya dapat dimanfaatkan parpol-parpol yang infrastrukturnya sudah mapan.

"Pemilu yang amburadul akan menguntungkan partai-partai yang sudah established. Sementara itu, partai kecil-kecil bisa kena tsunami," ujar Hadar.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso ikut mendorong komisi II segera menempuh mekanisme voting. Priyo mengaku itu memang tidak lazim, karena ini baru sebatas draf RUU. "Tapi, ini tetap dalam mekanisme yang dibenarkan. Soalnya, (itu) sudah terlalu lama ngendon di komisi II," tegasnya. (jpnn)
dikutip dari fajarnews

Tidak ada komentar: