Kamis, 04 Agustus 2011

Belum Kembalikan Dana Asuransi,DPRD Tuban Periode 1999-2004 Bisa Terancam Pidana

kotatuban.com – Sebanyak 36 anggota DPRD Tuban periode 1999-2004 hingga kini masih belum mengembalikan anggaran asuransi kesehatan Rp 20 juta untuk masing-masing anggota. “Dari 45 anggota DPRD periode itu baru 9 orang yang sudah mengembalikannya,” ungkap Ketua Fraksi PDIP Karjo.

Dikatakan, asuransi kesehatan itu merupakan salah satu masalah yang dipersoalkan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga dibahas Pansus dan harus segera diselesaikan oleh eksekutif.

Untuk menyelesaikan masalah itu, sesuai rekomendasi pansus DPRD terkait dana asuransi yang seharusnya dikembalikan tersebut, Inspektorat Pemkab Tuban telah mengirimkan surat ke semua anggota DPRD 1999-2004 yang belum mengembalikan uang asuransi yang mereka terima itu. “Inspektorat sudah mengingatkan mereka untuk segera mengembalikannya,” tegas Karjo yang juga mantan Pansus LHP BPK tersebut.

Pansus sendiri memberikan waktu kepada eksekutif untuk segera menyelesaikan anggaran belanja yang masih dipersoalkan dalam LHP BPK 2010 tersebut. Sayangnya rekomendasi pansus itu hanya sebatas rekomendasi administrasi. “Pansus tampaknya masih enggan memberikan rekomendasi hukum, padahal masalah asuransi itu sudah masuk katagori tindak korupsi,” tandas Kepala Devisi dan Advokasi Forum Transparasi Indonesia untuk Anggaran (Fitra) Jawa Timur, Miftahul Huda.

Semestinya, lanjut Miftah, Kejaksaan maupun kepolisian pro aktif dalam menyikapi LHP BPK tersebut. Karena, masalah anggaran asuransi kesehatan yang diterima anggota DPRD 1999-2004 itu terdapat unsur kerugian negara. Bukan hanya masalah asuransi saja, tapi masalah kerugian negara sesuai LHP BPK harus diusut tuntas. “Ada apa ya kejaksaan sama polisi kok diam saja melihat itu. Mestinya dua lembaga itu harus pro aktif melihat adanya dugaan kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan dan sejumlah pejabat di Tuban itu,” tandas Miftah.

Sementara itu, Kajari Tuban Agung Komandiyo Dipo menjelaskan, pihaknya tidak akan gegabah dalam menyikapi adanya dugaan kasus korupsi. “Kita tunggu reaksi dari mantan anggota dewan itu setelah mendapat surat dari Ispektorat,” terang Kajari Dipo.

Ditambahkan, jika anggota dewan yang menerima dana asuransi kesehatan itu tidak segera mengembalikannya, pihaknya tidak segan-segan untuk turun tangan. “Kalau mereka tidak respon ya kita ambil alih. Kita lihat dulu reaksinya,” ujar Dipo. (ros)

Senin, 01 Agustus 2011

PKNU Gelar Muspimnas Siap Hadapi Pemilu 2014

(Jakarta) - Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) menggelar musyawarah pimpinan nasional (Muspimnas) pada 22-23 Juli 2011 di Jakarta sebagai persiapan menghadapi Pemilihan Umum 2014.
"Dalam Muspimnas II PKNU ini kita akan membahas dan mengevaluasi kesiapan PKNU agar berhasil dalam Pemilu mendatang," kata Sekretaris Jenderal DPP PKNU, M. Tohadi, di kantor DPP PKNU Jalan Kramat VI Nomor 8 Jakarta, di Jakarta, Kamis (21/7).

PKNU, katanya, tidak sekadar berupaya bisa menjadi partai peserta Pemilu, namun akan berusaha keras agar perolehan suaranya mendatang bisa melampaui batas parliamentary threshold yang ditetapkan.

Muspimnas II PKNU yang akan dihadiri Dewan Pengurus Wilayah PKNU se-Indonesia juga akan membicarakan berbagai masalah mutakhir berkaitan dengan Rancangan Undang-undang (RUU) yang sedang dibahas DPR, misalnya RUU Pemilu, RUU Penyelenggara Pemilu, RUU Pemilukada, dan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Ia mengatakan, perubahan RUU Pemilu yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR 19 Juli 2011 ada persoalan serius yakni aspirasi rakyat khususnya para pemilih akan terputus dalam memunculkan wakil-wakilnya di dalam lembaga politik.

"Adanya ketentuan PT yang berkisar antara 2,5 hingga lima persen dengan sistem flat, jelas akan memutus aspirasi rakyat pemilih dan memunculkan wakil rakyat yang tidak berasal dari pilihan rakyat," katanya.

Sebab, katanya, kalau perolehan suara partai untuk DPR tidak bisa mencapai angka PT yang telah ditentukan, sekalipun perolehan suara anggota DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten atau kota sangat besar, maka perolehan suara anggota DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten atau kota itu juga tidak akan dihitung untuk dikonversikan dalam perolehan kursi tersebut.

"Jadi, bukan hanya untuk perolehan kursi DPR saja yang tidak dihitung, tetapi juga tidak dihitung untuk perolehan kursi DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten atau kota," katanya.

Yang terjadi, katanya, kursi-kursi itu nanti akan diambil oleh partai-partai yang lolos PT. "Ini akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang sebenarnya bukan pilihan rakyat, dan akibatnya Pemilu menjadi tidak berdaulat," katanya.

Melalui Muspimnas, katanya, PKNU akan mengkritisinya secara serius dan akan mencari solusi alternatif agar aspirasi rakyat dapat terwakili dalam lembaga maupun proses politik sehingga mampu mewujudkan Pemilu yang berdaulat.

Muspimnas PKNU juga akan membahas isu yang belakangan muncul seperti perkembangan pemberantasan korupsi, persoalan radikalisasi, dan terorisme.

"PKNU kendati belum berhasil mendudukkan kadernya dalam DPR, tetap akan berikhtiar memainkan peran untuk memikirkan persoalan-persoalan yang tengah dihadapi bangsa ini," kata Tohadi. (K-2)

PKNU: RUU Pemilu Diskriminatif

JAKARTA--MICOM: Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) menilai Rancangan Undang Undang Pemilu diskriminatif karena hanya menguntungkan sembilan partai politik yang ada DPR, terutama terkait kepesertaan pemilihan umum mendatang.

"Kalau hanya menguntungkan partai politik (parpol) tertentu, khususnya yang terlibat pembuatan undang-undang, itu jelas diskriminatif," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat PKNU Tohadi usai penutupan Musyawarah Pimpinan Nasional II PKNU di Jakarta, Sabtu (23/7).

Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilu yang disahkan DPR beberapa waktu lalu mengatur bahwa partai politik yang telah mempunyai kursi di parlemen (DPR) lolos secara otomatis menjadi peserta Pemilu 2014.

Tohadi mengatakan, seharusnya peraturan perundang-undangan yang berlaku umum tidak memberikan keistimewaan kepada kelompok tertentu.

Jika mengacu pada UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu, kata Tohadi, seharusnya seluruh partai yang menjadi peserta Pemilu 2009 otomatis menjadi peserta Pemilu 2014.

"Ketentuan ini belum dilaksanakan, sudah diubah duluan. Kalau mau diubah, seharusnya juga berlaku bagi semua parpol peserta Pemilu 2009," katanya.

Ia lantas mengacu pada dibatalkannya pasal dalam UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang mewajibkan semua parpol melakukan verifikasi ulang sebagai badan hukum oleh Mahkamah Konstitusi.

"Dengan dibatalkannya ketentuan itu, seluruh parpol peserta Pemilu 2009 tidak perlu melakukan verifikasi ulang lagi sebagai badan hukum," katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, PKNU mempertimbangkan untuk mengajukan uji materiil pasal yang memberikan keistimewaan kepada sembilan parpol yang memiliki wakil di DPR jika RUU Pemilu nanti sudah disahkan sebagai undang-undang.

"Kita tunggu perkembangan. Kalau ketentuan itu disahkan dalam UU Pemilu, kita akan ajukan uji materiil ke MK," katanya.

Dikatakannya, kalau aturan undang-undang diubah hanya untuk kepentingan segelintir parpol, itu namanya akal-akalan.

"Pemilu belum digelar, kecurangan sudah dimulai. Bagaimana kita bisa mengharapkan pemilu bersih," katanya.

Sementara terkait Muspimnas II PKNU, Tohadi menjelaskan, forum itu merupakan ajang konsolidasi PKNU untuk menghadapi Pemilu 2014.

"Kami siap mengikuti Pemilu 2014 dan siap memenuhi parliamentary threshold yang nantinya ditetapkan," katanya. (Ant/OL-3)

PKNU: Berlakukan "Stembus Accord" di Pemilu 2014

Jakarta, CyberNews. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) mengusulkan agar sistem "stembus accord" atau penggabungan suara yang diperoleh sejumlah partai peserta pemilihan umum diberlakukan pada Pemilu 2014.

"Sistem ini lebih menjamin tidak ada suara rakyat yang dihanguskan. Lebih menjamin hak demokrasi rakyat," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat PKNU Tohadi usai Musyawarah Pimpinan Nasional PKNU di Jakarta, Sabtu.

"Stembus accord" pernah diberlakukan pada Pemilu 2009. Dalam sistem ini suara rakyat yang diberikan untuk parpol peserta pemilu, besar dan kecil, bisa dikonversikan menjadi kursi wakil rakyat.

Parpol-parpol yang perolehan suaranya tidak mencukupi bilangan pembagi kursi, bisa menggabungkan suaranya untuk dikonversi menjadi kursi, termasuk juga untuk memenuhi ambang batas penempatan wakil partai di parlemen atau "parliamentary threshold" (PT).

"Tidak seperti sekarang, parpol yang tidak lolos PT, suaranya dihanguskan. Kursi dibagikan ke parpol yang lolos PT. Akibatnya, banyak wakil rakyat yang sebenarnya bukan pilihan rakyat," kata Tohadi.

Dikatakannya, jika Pemilu 2014 memiliki semangat menghargai pilihan rakyat, maka sistem "stembus accord" merupakan solusi dan harus dimasukkan dalam RUU Pemilu yang saat ini dalam pembahasan.

PKNU mengusulkan kesepakatan penggabungan suara dilakukan partai-partai sebelum pelaksanaan pemilu, termasuk soal pendistribusian kursi yang diperoleh nantinya. Lebih lanjut Tohadi mengatakan, jika usul "stembus accord" tidak diterima, bahkan justru memutuskan PT yang berlaku nasional, maka bisa dipastikan suara yang hangus akan semakin besar.

"Semakin besar suara yang hangus, yang secara esensi berarti semakin tidak dihargainya suara rakyat, maka kecil keterwakilan rakyat. Artinya, pemilu tidak berrmutu," kata Tohadi.

Dikatakannya, kalau tujuannya menyederhanakan fraksi di parlemen maka jalan keluar bukan dengan membunuh partai, tetapi dengan memberlakukan syarat tinggi pembentukan fraksi.

"Misalnya, agar di DPR hanya ada lima fraksi, maka buat saja syarat pembentukan fraksi minimal 100 kursi. Kalau mau lebih sedikit fraksinya, naikkan lagi syaratnya," kata Tohadi.

Dikatakannya, kegaduhan politik lebih banyak terjadi dalam hubungan eksekutif dengan legislatif, sehingga lebih terkait dengan jumlah fraksi, bukan jumlah parpol. Alasan penghematan keuangan negara terkait dengan bantuan untuk parpol, dinilai Tohadi juga mengada-ada, karena bantuan diberikan berdasar perolehan kursi.

"Berapapun banyak jumlah parpol, bantuan di tingkat pusat, ya, hanya dikalikan 560 kursi di DPR RI. Sedikit parpol, jumlah bantuannya juga sebesar itu," katanya.

Sementara terkait disetujuinya usulan parpol yang memiliki wakil di DPR RI otomatis menjadi peserta Pemilu 2014, PKNU menilai hal itu diskriminatif. Apalagi dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu jelas disebutkan peserta pemilu sebelumnya menjadi peserta pemilu berikutnya.

"Kalau mau seperti itu, seharusnya peserta Pemilu 2009 otomatis menjadi peserta Pemilu 2014. Kalau aturan diubah hanya untuk kepentingan segelintir parpol yang kemarin lolos PT, ini namanya akal-akalan. Pemilu belum digelar, kecurangan sudah dimulai," katanya.

( A Adib / CN34 / JBSM )