Minggu, 27 Juni 2010

Ketua Komisi A Dimosi tak Percaya

GEGERAN para anggota dewan tak hanya terjadi di rapat paripurna. Di internal komisi A, konflik juga muncul. Tubuh anggota komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan ini menyatakan mosi tidak percaya kepada Ketua Komisi A Agung Supriyanto.

Mosi itu dilatarbelakangi ketidakpuasan anggota komisi A terhadap Agung. Ketua komisi itu dianggap selalu mengambil keputusan secara sepihak. Tujuh dari 12 anggota komisi yang menyatakan mosi tidak percaya adalah Fahmi Fikroni, Dody Fakhruddin, Syaiful Huda, M. Abu Cholifah, Eny Kristyawati, Ali As'adi, dan Hendrat Setiadji.

Kemarin (25/6), mereka secara bersama-sama membubuhkan tanda tangan di bawah pernyataan mosi tidak percaya tersebut. ''Mosi ini akan kami sampaikan segera ke ketua DPRD Tuban,'' kata Syaiful Huda kepada wartawan koran ini.

Menurut dia, mosi itu dilakukan karena ketua komisi A merubah jadwal kegiatan tanpa koordinasi dan memberitahukan kepada anggotanya. ''Dia telah dua kali merubah jadwal tanpa koordinasi,'' ujarnya.

Pertama, kata wakil ketua F-Gerindra ini, ketika Agung mencoret keputusan rapat internal komisi A tentang agenda rapat kerja dengan tim panitia atau penanggung jawab CPNS pada 2009. Kedua, tidak mengundang instansi-instansi saat raker dengan Gembbbel. Padahal, saat rapat internal komisi A telah disepakati raker itu mengundang instansi terkait. ''Karena pihak Gembbbel telah bersedia mengikuti aturan main dan mekanisme yang ada,'' katanya.

''Kami berharap posisi ketua komisi A segera diserahkan kepemimpinannya kepada orang yang lebih amanat dan kredibel,'' imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Agung Supriyanto mengatakan, secara pribadi dirinya sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan apa yang telah diagendakan secara terbuka. ''Kalau masalah CPNS, saya sudah sampaikan di dalam forum banmus. Karena pertimbangan kasus gugatan CPNS sudah ada keputuan PTUN itu, maka banmus menyepakati tidak ada. Dan di dalam banmus itu pun ada salah satu anggota komisi A,'' ujarnya.

Terkait dengan Gembbbel, lanjut dia, dijadwalkan tentang agenda Gembbbel, tanpa menyebutkan siapa yang diundang. ''Oleh karena itu saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membangun komunikasi lagi. Kalau sekiranya dianggap itu, saya akan berusaha membangun komunikasi kembali,'' katanya. (zak/yan)
Dikutib dari Radar JP, 26/06/10

Demo Gembbbel Berakhir Ricuh

TUBAN - Demo Gerakan Masyarakat Bancang, Becok, Birbin, Tegal Pelem dan Karangrejo Peduli Lingkungan (Gembbbel) di gedung DPRD Tuban kemarin (24/6) berakhir ricuh. Polisi dan massa pendemo terlibat saling dorong di sekitar jalan bundaran patung Letda Soetjipto.

Pemicunya, massa pendemo yang memblokir jalan di bundaran patung menolak meninggalkan simpul jalan nasional tersebut. Di simpang jalan inilah pengunjuk rasa beraksi. Selain berorasi, sebagian pengunjuk rasa tidur-tiduran di aspal. Awalnya, polisi mentolelir. Untuk mengamankan, arus lalu lintas dari Babat yang masuk simpang jalan tersebut dialihkan ke Jalan Letda Soetjipto.

Setelah beberapa lama tidak terlihat pergerakan mereka meninggalkan simpang jalan tersebut, Kabag Ops Polres Tuban Kompol Agus Widodo dan Kasat Intelkam AKP Singgih mendekati sejumlah tokoh pengunjuk rasa untuk meminta massa meninggalkan bundaran patung. Karena pendekatan persuasif tak membuahkan hasil, puluhan polisi berusaha menghela dengan cara menggiring mereka menjauh dari simpang jalan.

Namun, massa justru berusaha bertahan. Saat polisi dan massa saling berhadapan inilah insiden dorong-mendorong terjadi. Pendemo yang berusaha melawan itu pun berhasil didesak mundur, menjauh dari bundaran patung. Kompol Agus Widodo menegaskan, massa pendemo tidak boleh dibiarkan terlalu lama menduduki bundaran patung yang merupakan lintas jalan nasional. "Aksi pemblokiran jalan sangat merugikan pengguna jalan. Kami tidak mentolelir," tegasnya.

Sementara itu, Kuncoko, koordinator pendemo mengutuk sikap polisi. Menurut dia, sikap polisi yang menghalangi massa berdemo di bundaran patung menunjukkan keberpihakan aparat terhadap PT Semen Gresik (SG) yang jadi objek demo. Pemblokiran jalan patung merupakan bentuk luapan emosi massa yang tidak puas dengan Ketua DPRD Tuban Kristiawan dan komisi A.

Massa yang awalnya demo di halaman gedung dewan terkait penolakan perluasan lahan PT SG Tuban, diterima Kristiawan dan komisi A. Dalam dialog tersebut, dewan tak bisa menghadirkan bupati dan instansi terkait sebagaimana dijanjikan dewan. Ketika dialog, Saiful Huda, anggota komisi A, mengatakan seharusnya dewan menghadirkan instansi terkait. Karena instansi terkait tak ada, wakil rakyat dari Fraksi Gerindra ini pun menilai dialog tak akan bisa menyelesikan masalah.

Menurut Saiful Huda, keputusan mengundang instansi terkait sudah diagendakan dalam komisi A. Itu pun setelah disepakati dalam rapat badan musyawarah (banmus). "Kalau dewan tidak mengundang (instansi terkait), dewan ada permainan," tegasnya. Namun, Kristiawan membela diri. Dia mengatakan, penyelesaian masalah tersebut butuh proses. Karena itu, kalau pun bupati tak bisa hadir, kemungkinan bupati mendelegasikan kepada stafnya yang ditugaskan. (ds/fiq)

Dikutip dari Radar JP, 25/06/10

Jumat, 11 Juni 2010

Pemkab Tuban Tidak Peduli pada Madin

Pemkab Tuban Tidak Peduli pada Madin
Wakil Gubernur Jawa Timur, Drs H Saifullah Yusuf, atau kerap disapa Gus Ipul kemarin saat bertandang ke Kabupaten Tuban menyikapi terkait dengan sikap Pemkab Tuban yang tidak menganggarkan dana sharring untuk biaya operasional sekolah (BOSDA).
Menurut Wagub yang baru terpilih sebagai Ketua KONI Jatim ini, kalau Pemprov akan tetap memberikan kekurangan 50 persen anggaran yang tidak diberikan oleh Pemkab Tuban. "Ini menjadi catatan kami karena selama ini baru Tuban yang tidak menganggarkan," jelasnya.
Dan penunjang yang diperuntukkan bagi Madrasah Diniyah maupun pondok pesantren di bumi Ronggolawe tidak dianggarkan di anggarsn pendapatan dan belanja daerah (APBD) tuban tahun 2010-2011.
Sehingga dana senilai Rp10 miliar lebih dari pemprov terancam mengalami kendala pencairan. "Meski tidak 100 persen, jika Pemkab Tuban tidak menganggarkan mak akan kita anggarkan dari provinsi, dan semoga tahun depan menganggarkan," terang Gus Ipul yang juga sebagai Ketua Umum PP GP Ansor.
Sementara salah satu anggota DPRD Kabupaten Tuban dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama' (PKNU) Saiful Huda yang juga masih aktif sebagai ustadz di Pon.Pes Langiran prihatin dengan sikap dan langkah dari Pemkab Tuban yang ia nilai tidak memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan dalam hal ini madrasah diniyah (Madin).
Ia mengaku akan memperjuangkan sepenuhnya nanti pada saat PAK, karena apapun bentuknya, Madin adalah bagian dari lembaga pendidikan yang ikut mendidik dan mencerdaskan anak bangsa.
"Meski pada penetapan APBD kita tidak bisa merubah sepeserpun, kita akan berusah nanti pada PAK," terang Saiful Huda saat dikonfirmasi bhirawa via phonselnya. [hud]
Dikutip dari harian Bhirawa, 7 Juni 2010

Kamis, 03 Juni 2010

Pemkab Tuban Keok dalam Pertarungan di PTUN

Peserta yang dinyatakan lulus ujian seleksi calon pegawai sipil daerah (CPNS) Tuban 2009 terancam tak bisa diangkat menjadi abdi negara. Ini setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya kemarin (2/6) memerintahkan bupati Tuban untuk membatalkan sekaligus mencabut surat keputusan (SK)-nya nomor 810/68/KPTS/414.103/2009 tentang penetapan nama dan nomor peserta yang dinyatakan lulus seleksi CPNS dari pelamar umum.

Putusan tersebut merupakan hasil salah satu permohonan tujuh peserta CPNS gelombang pertama yang menggugat Bupati Haeny Relawati Rini Widyastuti. Gelombang kedua gugatan yang sama sekarang ini masih dalam proses pemeriksaan saksi.

Dalam putusan itu, majelis hakim beranggotakan Bimanto, Amir Fauzi, dan Indaryati tidak mengabulkan permohonan penggugat lainnya. Permohonan tersebut di antaranya mewajibkan tergugat (bupati) untuk menerbitkan SK baru penetapan nama dan nomor pesrta yang dinyatakan lulus ujian seleksi CPNS sesuai perankingan hasil ujian seleksi Lembaga Managemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LM FE-UI).

Atas putusan bernomor 4/G/2010/PTUN.SBY tersebut, berarti hasil seleksi CPNS Tuban dari formasi umum tidak menghasilkan apa-apa. Sebab, pelamar yang sebelumnya dinyatakan lulus maupun yang tidak diterima, sama-sama gagal menjadi PNS. Dalam putusan yang memenangi tujuh peserta CPNS tersebut, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Salah satunya, dua instrumen tambahan dalam seleksi CPNS, yakni indeks prestasi komulatif (IPK) dan pengalaman kerja, tidak diumumkan sebelumnya. Karena itu, dianggap melanggar azas transparansi.

Ketentuan yang sama dinyatakan cacat hukum karena melanggar ketentuan perundangan dan azas pemerintahan yang baik. Di bagian lain, majelis hakim juga berpendapat dua instrumen tambahan tersebut seharusnya dites dalam kompetensi bidang. Sehingga, nilainya tidak ditetapkan sendiri.

Leni, panitera sidang membenarkan putusan tersebut. ''Anda sudah tahu putusannya kan,'' kata dia yang dihubungi melalui ponselnya.

Plt Kabag Humas dan Media Pemkab Tuban Jony Martojo mengatakan, pemkab selalu tergugat mengikuti prosedur hukum. ''Atas putusan PTUN Surabaya yang mengabulkan sebagian permohonan penggugat, kita mengajukan banding,'' kata dia yang dikonfirmasi melalui ponselnya.

M. Machfudz, kuasa hukum peserta yang merasa menjadi korban tes CPNS, mengatakan, jauh hari dirinya sudah memrediksi dikabulkannya permohonan penggugat. Itu bisa dilihat dari keterangan para saksi ahli yang sangat melemahkan aturan main yang dibuat bupati dan badan kepegawaian daerah (BKD) setempat.

Seperti diberitakan, dalam pemeriksaan saksi ahli, penggugat menghadirkan Imanuel Sujatmoko, dosen tata usaha negara Unair Surabaya dan Benyamin Mangkudilaga, mantan ketua PTUN Surabaya yang juga hakim Mahkamah Agung (MA). Imanuel menyatakan surat penetapan bupati tersebut dianggap mal (menyalahi) administrasi. Kesalahan tersebut terkait masuknya instrumen tambahan dalam penentuan pelulusan peserta tes CPNS. Karena prosesnya cacat hukum, maka surat penetapan tersebut dianggap tidak berazas fair play, berketepatan hukum, dan sewenang-wenang.

Sementara Benyamin menyoroti surat bupati tentang penetapan peserta tes CPNS yang diterima. Surat tersebut dianggap tidak cermat karena redaksionalnya tidak menyebut bahwa bila di kemudian hari terdapat kesalahan akan dilakukan pembetulan.

Dalam materi gugatan disebutkan bahwa dua kriteria tambahan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2002. Untuk menguji kompetensi bidang seharusnya diukur dengan parameter yang jelas. Seperti penyertaan sertifikat keahlian tertentu dari lembaga yang memberikan sertifikasi bidang tersebut.

Gugatan ini berawal dari pengumuman kontroversi hasil rekrutmen CPNS di Pemkab Tuban. Sebagian peserta yang dinyatakan diterima dalam pengumuman pemkab tidak muncul dalam hasil tes LM FE-UI yang diumumkan melalui websitenya, www.lmfeui.com. LM FE UI adalah lembaga pendidikan yang ditunjuk Pemkab Tuban sebagai asistensi atau pendampingi dalam perekrutan CPNS. Tugasnya, membuat soal tes, menyiapkan lembar jawaban, sekaligus koreksinya. Setelah muncul kontroversi hasil pengumuman tes CPNSD, Pemkab Tuban mengeluarkan pernyataan terkait kriteria penentu diterimanya peserta CPNSD. Selain hasil tes FE UI, dua kriteria tambahan yang diindikasi sebelumnya tidak pernah diumumkan adalah IPK dan pengalaman kerja.

Didik Wahyu Sugianto, kuasa hukum Bupati Haeny Relawati Rini Widyastuti sampai berita ini ditulis belum berhasil dikonfirmasi. (ds/yan)