Rabu, 26 Januari 2011

Sejumlah Kiai Hadiri Pemakaman Mbah Dur

Pemakaman Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, KH Abdurrahman Chudlori, dihadiri ribuan masyarakat. Mereka berjajar dari mulai pondok hingga tempat pemakaman yang berjarak sekitar 500 meter tersebut. Masyarakat juga memadati jalan Magelang-Salatiga, sekitar rumah kediaman almarhum dan pondok. Suasana sedih dan haru sangat terasa dalam lautan manusia tersebut. Hujan tidak menyurutkan masyarakat untuk memberikan penghormatan terakhir.
Hadir dalam pemakaman tokoh Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) sejumlah kiai maupun pejabat. Di antaranya KH Dimyati Rois dari Kendal, KH Zuhri Ihzan (PWNU Jateng), KH Ubaidillah faqih (Langitan), KH Nuril Huda (Ploso), KH. Munawir (Salatiga),dan puluhan kiai-kiai besar lainnya. Sejumlah kepala daerah juga terlihat. Tampak pula Pujiono Cahyo Widianto alias Syeh Puji.
Sejak kabar meninggalnya salah satu kiai khos tersebut tersiar, petugas polisi sudah menutup arus lalu lintas yang melintas di pondok. Sejak kemarin sore, secara bergantian mereka menyalati jenazah di rumah duka. Kemudian menjelang prosesi pemakaman, jenazah dipindahkan ke musala yang ada di lingkungan pondok. Masyarakat masih diberi kesempatan untuk mensalatkan, hingga menjelang prosesi.
Bahkan hingga saat KH Nurul Huda Jazuli dari Ploso Kuning, Kediri memberikan tausiah untuk mengenang almarhum, di pojok musala masih saja masyaratkat mensalati. “Almarhum adalah kiai muda yang multidimensional. Sayangnya usianya sangat pendek. Dia meninggal dunia jauh di bawah usia saya,” kata pria Kiai Jazuli, kemarin.
Pengasuh Ponpes Al Falah Kediri tersebut menilai almarhum dapat melayani para kiai sepuh. Meski muda, KH Abdurahman Chudlori yang akrab disapa Mbah Dur tersebut dianggap sangat mumpuni di bidang agama.
“Dulu, saya diajari oleh Mbah Dalhar dari Muntilan maupun kiai dari Lasem bahwa Kiai Chudlori adalah salah seorang yang tirakatnya baik. Oleh anaknya, yakni almarhum, tirakat ini diteruskan dalam bentuk puasa Senin-Kamis, mujahadahan pada malam hari serta lainnya. Ini satu kelebihan almarhum. Karena itu para santri di Ponpes Tegalrejo untuk tidak berkecil hati dengan kepergian almarhum. Selama para santri selalu mengamalkan apa yang telah diajarkannya,” paparnya.
Pada kesempatan itu Bupati Magelang, Singgih Sanyoto, menyampaikan duka seluruh warga setempat atas kepergian Mbah Dur. Almarhum, selama ini telah berjasa memajukan kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara. “Masyarakat Magelang kehilangan tokoh besar, mari kita mendoakan almarhum semoga mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT," katanya.
Mbah Dur merupakan putra pertama pendiri Ponpes API Tegalrejo, almarhum KH Chudlori. Dian meninggalkan seorang istri Nyai Nur Faizah dengan enam anak yakni Nasrul Arif, Akhmad Izzudin, Kuni Sa'adati, Nur Kholida, Linatun Nafisah dan Zaimatus Sofia, serta lima cucu.
“Almarhum Mbah Dur, patut menjadi teladan bangsa terutama saat menghadapi persoalan yang rumit. Hal utama yang menonjol dari beliau adalah kearifan dan kebijakannya," tutur Lukman Hakim.
Mbah Dur meninggal dunia menjelang usia 68 tahun karena sakit. Almarhum menderita penyakit kanker paru-paru dan sejak 1 November 2010 lalu harus keluar masuk rumah sakit. Mantan Mustasyar PBNU tersebut meninggal di Rumah Sakit (RS) Lestari Raharja Magelang pukul 12.45, senin (24/1). Bahkan sebelum tutup usia, dia sempat koma sejak Jumat (21/1). (dem)

Tidak ada komentar: