Sabtu, 09 Oktober 2010

Cuaca Tidak Menentu, akibat Ulah Manusia

Setiap hari kita melihat dan mendengar musibah yang disebabkan oleh hujan. Ya, air yang merupakan konsumsi rutin berubah jadi momok bagi manusia. Mulai dari banjir, longsor hingga angin puyuh kerap jadi pemandangan sehari-hari.
Kondisi makin tidak karuan karena kita tidak bisa memprediksi cuaca. Contoh paling nyata adalah fenomena akhir-akhir ini. Musim kemarau praktis tidak tersisa dalam setahun ini.
Sebenarnya, cuaca adalah bagian dari daur air alami. Proses penguapan air oleh matahari hingga terbentuk awan, lalu kembali ke bumi sebagai hujan, sejak dulu berjalan mengikuti pola yang teratur. Namun, perilaku manusia mengganggu keseimbangan itu.

Pembabatan hutan, eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), pembangunan gedung-rumah yang seenaknya sendiri dan emisi gas-gas rumah kaca, seperti karbon, sulfur, dan nitrogen, akibat berbagai aktivitas manusia menjadi penyebab utama yang mengacaukan daur air dan cuaca.

Tidak ada lagi reservoir air hujan di darat karena hutan ditebang dan daerah resapan serta situ telah diuruk menjadi tempat permukiman. Karena itu, air hujan amat cepat kembali ke laut. Akibatnya, ketersediaan air tawar di darat berkurang, bahkan krisis saat kemarau.

Hutan gundul menyebabkan tanah di perbukitan mengalami erosi, mengakibatkan sedimentasi di sungai dan muaranya. Pendangkalan sungai memperbesar ancaman banjir di daerah aliran sungai (DAS).

Jadi memang kerusakan alam ini akibat oleh perbuatan-perbuatan manusia sendiri. Oleh karenanya, sudah saatnya semua elemen instropeksi diri, mulai dari pemerintah, DPR/DPRD, tokoh masyarakat, sampai rakyat jelata. Mereka harus bersama-sama dan bahu-membahu menyelesaikan krisis ini.

Tidak ada komentar: