Senin, 21 Februari 2011

PKNU meminta Presiden SBY segera menghukum Ahmadiyah!

DUTA MASYARAKAT, 21 Februari 2011
Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Nasional Ulama (DPP PKNU) akan menggelar ta’aruf, bai’at dan Muspimnas (musyawarah pimpinan nasional) yang dihadiri pimpinan wilayah PKNU dari 33 provinsi, di Hotel Sinar, Juanda-Surabaya, Selasa (22/2) besok. Kabarnya ada juga agenda untuk mengajukan permintaan kepada Presiden SBY agar segera menghukum Ahmadiyah sebagai anak nakal. Nah, bagaimana duduk soalnya, berikut wawancara Duta Masyarakat dengan Ketua Umum PKNU Drs. Choirul Anam yang akrab dipanggil Cak Anam!

DPP PKNU besok menggelar ta’aruf dan Muspimnas, agendanya?

Ta’aruf itu perkenalan. Pengurus DPP periode 2010-2015 hasil muktamar Desember tahun lalu, belum diperkenalkan karena masih menunggu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Baru pada tanggal 31 Januari lalu, Kepmen Hukum dan HAM turun, lalu DPP mengadakan rapat perdana pada tanggal 5 Februari di Jakarta memutuskan: mengadakan ta’aruf dan bai’at sekaligus Muspimnas di Surabaya yang akan berlangsung besok. Dan ini acara rutin biasa

Kabarnya ada agenda untuk mendesak Presiden SBY agar segera menghukum Ahmadiyah?

Oh..iya! Dasar pikirannya begini: Untuk mengakhiri terjadinya bentrokan, kerusuhan dan kekerasan antar umat beragama yang belakangan ini marak di mana-mana, maka pemerintah (dalam hal ini Presiden SBY) harus segera menjatuhkan hukuman secara adil dan bijak kepada Ahmadiyah. Hukuman sebagai anak nakal, bukan yang lain. Ibaratnya negara ini sebuah keluarga, presiden adalah kepala rumah tangganya. Sedangkan umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buda, Ahmadiyah dll. itu, adalah anak-anaknya. Semua harus dilindungi dan diperlakukan sama secara adil, sehingga kehidupan rumah tangganya tenang, rukun dan damai. Tetapi sebagai kepala keluarga, presiden harus tahu mana anak-anaknya yang nakal, suka mengganggu, suka meledek dan bahkan suka bikin kekacauan. Anak seperti itu harus dijewer dan kalau perlu dihukum agar tidak mengganggu ketenteraman.

Apa presiden sebagai kepala rumah tangga belum melakukan teguran terhadap anak-anaknya?

Terhadap anaknya yang bernama Ahmadiyah, Presiden SBY memang sudah melakukan penilaian mengenai tingkat kenakalannya. Dan itu dilakukan melalui pembantunya (Menteri Agama, Mendagri dan Kejagung), karena bidang kenakalan yang dilakukan Ahmadiyah tidak semua pembantu presiden bisa memahaminya. Hasilnya? Lahirlah SKB yang, bisa juga diartikan, sebagai peringatan keras atau teguran keras terhadap Ahmadiyah yang terbukti nakal dan suka bikin gangguan terhadap saudaranya yang bernama umat Islam..

Selain SKB, Menteri Agama Surya Dharma Ali, juga sudah memberikan warning kepada Ahmadiyah untuk dibubarkan. Penegasan Menteri Agama itu tidak boleh diartikan sebagai provokasi, tetapi semata mata sebagai teguran keras karena Ahmadiyah terbukti bandel dan nakalnya sudah di laur batas toleransi.

Tapi banyak yang menyoroti Menteri Agama memprovokasi?

Itu keliru! Yang tahu Ahmadiyah itu anak bandel, suka mengganggu, bahkan menodai prinsip-prinsip dasar keyakinan saudaranya (umat Islam) adalah Menteri Agama. Yang lain—termasuk yang suku bicara di tv—itu tidak mengerti, tidak faham. Tidak semua pembantu presiden dan juga pengamat mengerti dan faham bidang kenakalan Ahmadiyah. Mereka mengira soal beda tafsir, beda pendapat dalam agama. Bukan, bukan sama sekali. Ini murni soal gangguan, soal penodaan. Namun demikian, PKNU tetap mengimbau kepada umat Islam untuk sabar dan jangan mudah emosi. Sebagai anak bangsa yang baik, serahkan saja persoalannya kepada kepala keluarga, yakni Presiden SBY.

Kalau Presiden SBY tidak juga memberikan hukuman?

Ya... sebagai bapak, berarti SBY tidak adil dan cenderung membiarkan anak-anaknya berantem sendiri. Dan itu artinya, bentrokan, kerusuhan dan kekerasan antar anak bangsa akan muncul kembali. Mengapa? Sebab, persoalan Ahmadiyah ini sudah terang benderang. Bukan soal beda tafsir atau beda pendapat dalam agama, melainkan gangguan dan penodaan terhadap keyanikan umat Islam. Seperti diketahui, agama Islam di dunia ini meyakini bahwa Allah Swt adalah Tuhan Maha Esa, dan Muhammd ibnu Abdillah adalah Nabi dan Rasul pemungkasnya. Sama halnya dengan orang Indoneia harus menerima Pancasila sebagai dasar negara, dan bendera murah putih sebagai lambang kebesaran negerinya.

Ahmadiyah mengaku Islam tapi nabinya Mirza Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtaza bin Mirza Atta, keturunan Borlas dari bangsa Monghul, India. Ini ‘kan sama halnya dengan orang mengaku warga negara Indonesia, tetapi tidak mengakui merah putih sebagai bendara resminya. Mereka bikin bendera sendiri misalnya, merah putih tapi di dalamnya ada gambar pohon pinang. Dan bendera itu dipasang di rumah-rumah mereka setiap peringatan HUT 17 Agustus. Apa ini tidak mengganggu? Kalau dianggap tidak mengganggu, ya coba saja! Polisi pasti turun tangan.

Tapi banyak juga yang menyoroti FPI sebagai biang kerok?

Itu soal lain. Kalau dalam kontek kenakalan Ahmadiyah, langkah-langkah FPI itu sangat bisa difahami. Coba, dia menamakan diri sebagai Front Pembela Islam, tetapi setiap hari terus menerus diganggu oleh Ahmadiyah. Sebagai manusia biasa dan normal, wajar dong kalau FPI marah. Nah, agar FPI tidak marah, ya Ahmadiyah jangan mengganggu. Di sinilah peran penting kepala rumah tangga, yakni Presiden SBY. Segera jatuhkan hukuman kepada Ahmadiyah sebagai anak nakal. Selesai!

Apakah PKNU akan berkirim surat kepada Presiden SBY agar segera menghukum Ahmadiyah?

Ya. Besok akan dibahas bersama di Muspimnas dan meminta persetujuan kepada Ketua Dewan Mustasyar KH. Abdullah Faqih, Ketua Dewan Syura KH. Abdul Adzim Suhaimi dan para kiai lainnya. Jika beliau-beliau menyetujui, maka surat resmi akan segera dikirim ke Presiden SBY dengan tembusan kepada para Gubernur, Bupati/Walikota yang akan dikawal langsung oleh para pimpinan PKNU provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia. Karena, menurut orang Ahmadiyah sendiri, jemaatnya sudah tersebar di seluruh Indonesia. Berarti, potensi gangguan sudah merata dan harus segera dicegah.

*

Tidak ada komentar: