Minggu, 09 Oktober 2011

Pemberlakuan PT Secara Nasional Rusak Keberagaman Politik

JAKARTA– Pemberlakuan ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold/ PT) secara nasional akan merusak keberagaman politik di daerah. Angka 25% merupakan PT optimal bagi pentas politik nasional.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) August Mellaz mengingatkan memperingatkan atas bahayanya keinginan anggota DPR untuk memberlakukan PT secara nasional. Pemberlakuan PT secara nasional justru menggugurkan keberagaman politik did aerah.

“Ini bisa untuk menyangkal keberagaman yang ada. Kalau dipaksa malah salah,” ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (13/9).

Menurut pantauan Perludem beberapa daerah memiliki warna politik yang berbeda dengan nasional. Di tingkatan tertentu terdapat basis-basis politik.

Partai politik yang meraih PT 2,5% di tingkat nasional belum tentu meraih kekuatan yang sama di daerah. Hanya beberapa partai politik yang berhasil menembus PT yang sama antara pusat dan daerah. Keberhasilan ini pun tidak menyeluruh di semua daerah.

Agus mencontohkan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) mempunyai kekuatan yang luar biasa di daerah tapal kuda Jawa Timur, Partai Bulan Bintang (PBB) memiliki suara yang signifikan di Bangka Belitung dan Partai Damai Sejahtera (PDS) memiliki dukungan besar di Papua. Seharusnya kekuatan mereka tetap terjaga di DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“Mereka seharusnya tetap bisa eksis. Jadi rencana parpol untuk memberlakukan PT nasional ke lokal itu tidak proporsional karena metode itu menghilangkan hak suara pemilu,” jelasnya.

Hasil kajian Perludem menunjukkan bahwa PT optimal yang berlaku di daerah justru mencapai angka 3%. Ia menyatakan angka ini ditunjukkan berdasarkan perhitungan Effective Number of Parliamentary Parties (ENPP).

Penelitian Perludem terhadap 10 DPRD Provinsi dan 10 DPRD Kabupaten/ Kota dengan PT 2,5 % pada partai politik peserta Pemilu 2009 menunjukkan bahwa partai politik yang masuk ke DPRD Provinsi dan Kabupaten/ Kota lebih banyak daripada yang masuk ke DPR.

Namun tingginya jumlah partai politik ini diikuti oleh indeks ENPP dan fragmentasi. Indeks ENPP menunjukkan tidak seluruh partai politik memegang peranan penting dalam melaksanakan tugas parlemen. Sedangkan Indeks Fragmentasi menunjukkan persinggungan antarpartai politik.

Peneliti Senior Perludem Didik Supriyanto menambahkan lembaganya menggunakan perhitungan dengan ENPP dan Fragmentasi ini untuk DPR.

Menurutnya DPR lebih baik menetapkan PT 2,5%. Karena pada Pemilu 2004 lalu, PT sebesar ini tidak mengurangi jumlah partai tetapi mampu menyederhanakan sistem kepartaian.

“Artinya dari 8 partai yang ada, menurut ENPP-nya, partai yang efektif ada 6 partai. Di tahun 2009 pun sama, yakni dari 9 partai, indeks ENPP-nya menunjukkan hanya 6 partai yang efektif. Itu semua menggunakan PT 2,5%,” jelasnya. (Micom

Tidak ada komentar: