Minggu, 23 Oktober 2011

Khutbah Jelang idul Adha

الحمد لله الذي جعل الجمعةَ أفضلَ الأيَّامِ فِىالأُسْبُوع واخْتَصَّه بساعة فيها دعاء مسموع، وقال تعالى (إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ). واشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شهادة انجُو بها من عذاب النار، واشهد ان محمدا عبدُه ورسولُه افضلُ منْ صلَّى ونحَر وحجَّ واعتمَر، نبيٌّ غفَرَ اللهُ ما تقدم من ذنبه وما تأخر. اللهم صلِّ وسلِّمْ على سيدنا محمدٍ عبدِك ورسولِك وعلى الِه واصحَابِه الذين اذْهَب اللهُ عنهم الرِّجْسَ وطهَّر، فيا أيها المسلمون اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وانتم مسلمون، اما بعد. Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah. Marilah kita senantiasa meningkatkan nilai ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan segala upaya dan usaha yang sungguh-sungguh, agar kita benar-benar menjadi bagian dari golongan al muttaqin. Ma’asyiral muslimin, rohimakumullah. Hari ini kita sudah memasuki bulan Dzul Hijjah, bulan yang dimuliakan Allah dan Rasul-Nya. Bulan menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima. Bulan dikabulkannya doa dan hajat kita. Bulan Dzul Hijjah ini adalah salah satu dari empat bulan yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai bulan-bulan mulia. Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman: إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah:36). Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah. Salah satu hal yang meneguhkan kemulian bulan Dzul Hijjah adalah di samping sebagai bulan menunaikan ibadah haji, dalam bulan ini ada serangkaian ibadah yang antara lain adalah: Pertama, puasa sunnah Arafah tanggal 9 Dzul Hijjah. Rasulullah SAW. bersabda: صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً “Puasa hari Arafah itu menghapus dosa-dosa dua tahun yang telah lewat dan yang akan datang.” (HR. Imam Ahmad). Kedua, Menunaikan sholat Idul adha pada tanggal 10 Dzul Hijjah. Adapun waktunya adalah mulai munculnya matahari sampai dengan condongnya matahari ke barat (zawal). Namun sholat Idul Adha ini disunatkan untuk tidak diakhirkan, agar masyarakat bisa secepatnya melakukan penyembelihan binatang qurban. Ketiga, membaca takbir dari mulai terbenamnya matahari pada malam hari raya Idul Adha sampai naiknya imam ke mimbar untuk melakukan khutbah. Takbir ini sunnah dilakukan di mana saja, baik di masjid, jalan raya, rumah, pasar dan di tempat-tempat lainnya. Dan takbir ini biasa disebut takbir mursal. Keempat, membaca takbir setiap kali sehabis sholat maktubah dan sholat sunnah, mulai dari habis melakukan sholat ‘Id sampai dengan sholat Ashar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Dan takbir ini biasa disebut takbir muqayyad. Kelima, Menyembelih binatang qurban seperti kambing, sapi, atau unta, mulai tanggal 10 Dzulhijjah sesudah khutbah shalat Idul Adha sampai dengan 3 hari berikutnya yang disebut hari-hari Tasyriq (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah). Allah SWT. berfirman: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 1-3). Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah. Hari raya Idul Adha atau Idul Qurban yang enam hari lagi kita jumpai adalah hari penuh hikmah dan pelajaran bahwa hidup adalah pengorbanan yang mendekatkan manusia kepada Tuhannya, sesuai dengan makna harfiyah qurban itu sendiri, yaitu dekat (qoruba – yaqrubu – qurbanan). Tujuan hidup manusia adalah kebahagian, yaitu kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tentu saja kebahagiaan manusia tidak terwujud begitu saja. Kebahagiaan tidak diberikan Allah SWT. kepada manusia secara gratis. Kebahagiaan hanya bisa diperoleh melalui perjuangan. Tidak ada usaha, tidak ada pahala. Dan memang manusia tidak akan mendapat apa-apa kecuali yang ia usahakan. Allah SWT. mengajarkan kita dalam kitab suci: أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَى، وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى، أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى، وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى، وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى، ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى، “Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa?, dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?, (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. An Najm: 36-41). Itulah ajaran Allah, Tuhan yang Maha Esa, Pencipta alam raya dan umat manusia. Ajaran untuk semua manusia di mana saja dan kapan saja. Ajaran yang disampaikan kepada Rasul dan para Nabi. Yaitu manusia harus berusaha. Tidak bakal ada perolehan tanpa kerja dan perbuatan. Tidak ada kebahagiaan tanpa derita usaha dan pengorbanan. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Di sinilah Nabiyullah Ibrahim memberikan suri tauladan yang tiada bandingan. Di sinilah Nabi Ibrahim memberikan teladan bagaimana berkorban. Nabi Ibrahim AS. rela mengorbankan putranya, Isma’il demi mengikuti perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim teladan umat manusia dalam semangat berkorban. Ia pasrah kepada Allah SWT. Ia yakin Tuhannya hanya menghendaki kebaikan. Ia percaya bahwa Allah tidak mungkin menghendaki keburukan. Maka Nabi Ibrahim bersedia melaksanakan perintah Allah, mengorbankan anaknya, Isma’il, lambang kasih sayangnya kepada keturunan. Isma’il, putra dambaan dalam lanjut usia dan ketuaan. Namun Allah SWT. menghendaki lain. Allah mengujinya melalui percobaan pengorbanan. Allah penentu kebahagiaan dan kesengsaraan. Dan Nabi Ibrahim pasrah dan taat kepada Tuhan. Ia ingkari kesenangan dirinya, demi ridla Sang Maha Pencipta, Ridla ilahi, pangkal kebagiaan abadi. Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah. Dalam meneladani semangat pengorbanan Nabiyullah Ibrahim ini tentu saja kita tidak akan mengorbankan anak kita dan keturunan kita. Kita tidak akan serahkan nyawanya kepada upacara berdarah. Memang bukan itu yang dikehendaki Allah dari hamba-Nya. Bukanlah Allah ingin menyaksikan bagaimana ayah tega memotong leher anak kandungnya sendiri, keturunan yang menjadi tumpuan kasih sayang. Allah tidaklah berkehendak untuk melihat darah bertumpah dan jiwa seorang manusia melayang. Allah SWT. hanya ingin menguji kesetiaan seorang hamba dan kesungguhannya dalam mencari kebenaran dan ridla Allah SWT. Cukuplah bagi Allah Ta’ala, bahwa Dia telah menyaksikan bagaimana hamba-Nya, Nabi Ibrahim benar-benar hendak melaksanakan perintah-Nya. Dan Allah SWT. pun mencegah Nabi Ibrahim menumpahkan darah anaknya sendiri, Isma’il, kemudian diganti dengan binatang sembelihan yang besar. Yang penting bukanlah darah yang tertumpah. Maha Suci Allah SWT. dari keinginan dan kehendak melihat kekejaman seorang ayah memotong leher anaknya sendiri. Maha Suci Allah dari keinginan melihat perbuatan sadis dan tak kenal perikemanusiaan seperti praktik pengorbanan manusia masa silam. Ismail memang diganti dengan binatang sembelihan yang besar, namun nilai pengorbanan beliau tidak berkurang karenanya. Sebab yang penting adalah taqwa yang ada dalam dada Nabi Ibrahim. Yang penting adalah jiwa dan semangat taat kepada Allah SWT. pada diri Nabi Ibrahim. Yang penting adalah sikap tunduk, patuh dan pasrah kepada Allah SWT. pada Nabi Ibrahim. Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah. Kita tentu ingin mengikuti semangat pengorbanan Nabi Ibrahim. Dan semangat pengorbanan itu kita lambangkan dalam ibadah berqurban. Berqurban dengan menyembelih binatang qurban. Bukan untuk sesajen kepada Allah SWT. Berqurban adalah untuk menanamkan rasa taqwa dalam dada kita. Dan memang taqwa itulah yang akan sampai kepada Allah SWT., yang akan diterima sebagai amal kebaikan kita, bukan daging atau darah hewan qurban kita. Bila semangat ketundukan kepada Allah telah menancap dalam dada, kita akan sanggup menghadapi masa depan dengan keberanian berkorban, berani mengesampingkan kesenangan sesaat, kebahagiaan sementara dan jangka pendek, demi meraih kebahagiaan selamanya, kebahagiaan abadi dan jangka panjang. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم ، إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ، بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بالأيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين.

Tidak ada komentar: