Senin, 01 Agustus 2011

PKNU: Berlakukan "Stembus Accord" di Pemilu 2014

Jakarta, CyberNews. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) mengusulkan agar sistem "stembus accord" atau penggabungan suara yang diperoleh sejumlah partai peserta pemilihan umum diberlakukan pada Pemilu 2014.

"Sistem ini lebih menjamin tidak ada suara rakyat yang dihanguskan. Lebih menjamin hak demokrasi rakyat," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat PKNU Tohadi usai Musyawarah Pimpinan Nasional PKNU di Jakarta, Sabtu.

"Stembus accord" pernah diberlakukan pada Pemilu 2009. Dalam sistem ini suara rakyat yang diberikan untuk parpol peserta pemilu, besar dan kecil, bisa dikonversikan menjadi kursi wakil rakyat.

Parpol-parpol yang perolehan suaranya tidak mencukupi bilangan pembagi kursi, bisa menggabungkan suaranya untuk dikonversi menjadi kursi, termasuk juga untuk memenuhi ambang batas penempatan wakil partai di parlemen atau "parliamentary threshold" (PT).

"Tidak seperti sekarang, parpol yang tidak lolos PT, suaranya dihanguskan. Kursi dibagikan ke parpol yang lolos PT. Akibatnya, banyak wakil rakyat yang sebenarnya bukan pilihan rakyat," kata Tohadi.

Dikatakannya, jika Pemilu 2014 memiliki semangat menghargai pilihan rakyat, maka sistem "stembus accord" merupakan solusi dan harus dimasukkan dalam RUU Pemilu yang saat ini dalam pembahasan.

PKNU mengusulkan kesepakatan penggabungan suara dilakukan partai-partai sebelum pelaksanaan pemilu, termasuk soal pendistribusian kursi yang diperoleh nantinya. Lebih lanjut Tohadi mengatakan, jika usul "stembus accord" tidak diterima, bahkan justru memutuskan PT yang berlaku nasional, maka bisa dipastikan suara yang hangus akan semakin besar.

"Semakin besar suara yang hangus, yang secara esensi berarti semakin tidak dihargainya suara rakyat, maka kecil keterwakilan rakyat. Artinya, pemilu tidak berrmutu," kata Tohadi.

Dikatakannya, kalau tujuannya menyederhanakan fraksi di parlemen maka jalan keluar bukan dengan membunuh partai, tetapi dengan memberlakukan syarat tinggi pembentukan fraksi.

"Misalnya, agar di DPR hanya ada lima fraksi, maka buat saja syarat pembentukan fraksi minimal 100 kursi. Kalau mau lebih sedikit fraksinya, naikkan lagi syaratnya," kata Tohadi.

Dikatakannya, kegaduhan politik lebih banyak terjadi dalam hubungan eksekutif dengan legislatif, sehingga lebih terkait dengan jumlah fraksi, bukan jumlah parpol. Alasan penghematan keuangan negara terkait dengan bantuan untuk parpol, dinilai Tohadi juga mengada-ada, karena bantuan diberikan berdasar perolehan kursi.

"Berapapun banyak jumlah parpol, bantuan di tingkat pusat, ya, hanya dikalikan 560 kursi di DPR RI. Sedikit parpol, jumlah bantuannya juga sebesar itu," katanya.

Sementara terkait disetujuinya usulan parpol yang memiliki wakil di DPR RI otomatis menjadi peserta Pemilu 2014, PKNU menilai hal itu diskriminatif. Apalagi dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu jelas disebutkan peserta pemilu sebelumnya menjadi peserta pemilu berikutnya.

"Kalau mau seperti itu, seharusnya peserta Pemilu 2009 otomatis menjadi peserta Pemilu 2014. Kalau aturan diubah hanya untuk kepentingan segelintir parpol yang kemarin lolos PT, ini namanya akal-akalan. Pemilu belum digelar, kecurangan sudah dimulai," katanya.

( A Adib / CN34 / JBSM )

Tidak ada komentar: