Kamis, 05 Januari 2012

Realita Praktek UU Fidusia di Tuban

Penulis : Tim liputan UU no. 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Keberadaan undang-undang ini sebenarnya menyangkut ribuan warga yang menggunakan jasa lembaga pembiyaan untuk memenuhi kebutuhanya. Diantaranya pembelian secara kredit mobil, sepeda motor, hingga barang-barang elektronik seperti notebook dan lain-lain. Setiap bulan ribuan perjanjian yang masuk kategori fidusia di Tuban dilakukan antara masyarakat dengan lembaga pembiayaan, namun hal ini diduga kuat masih dilakukan dibawah tangan, atau tanpa memiliki kekuatan hukum seperti yang disebutkan dalam UU Fidusia. Kondisi ini membuat sejumlah kalangan mulai angkat bicara, sejumlah perusahaan pembiayaan yang beroperasi di Tuban sejak bertahun-tahun lalu sudah melahirkan banyak perjanjian fidusia. Dan menurut UU ada potensi pendapatan negara dari pendaftaran perjanjian fidusia untuk mendapatkan akta jaminan fidusia. Selain itu, dengan adanya akta jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kementrian Hukum dan HAM sebenarnya memberikan perlindungan hukum kedua belah pihak yang melakukan perjanjian fidusia. Namun pada prakteknya ribuan potensi ini diduga kuat tidak tidak sesuai UU sehingga ada potensi kerugian negara dan masyarakat. Kondisi ini membuat kalangan DPRD Kab. Tuban mulai mengambil peran. Yakni Komisi A (bidangi hukum dan pemerintahan) beberapa waktu lalu melakukan dengar pendapat (hearing) dengan para pelaku lembaga pembiayaan beserta dinas Perekonomian dan Pariwisata (DPP) yang membidangi masalah ini. Dalam pemanggilan tersebut terungkap para lembaga pembiayaan (finance) mengakui bahwa hampir tidak semua perjanjian yang dibuat dengan para debitor didaftarkan menjadi Akta Jaminan Fidusia. Mereka memiliki sejumlah alasan untuk tidak melaksanakan UU fidusia. Mulai tidak ada petunjuk dari pimpinan Finance pusat hingga menganggap UU fidusia masih multitafsir yakni UU ini merupakan bukan perjanjian pokok, melainkan dampak dari perjanjian kedua belah pihak yang kemudian diatur untuk didaftarkan. Sehingga mereka menganggap tidak wajib untuk didaftarkan untuk mendapatkan akta jaminan fidusia. Pengakuan ini juga diungkapkan secara terang-terangan oleh salah satu perwakilan Finance, dirinya mengaku senang dengan hearing dengan DPRD ini. Pasalanya disejumlah daerah lain persoalan fidusia ini sudah masuk keranah hukum. “kami merasa sangat senang untuk diajak diskusi karena daerah lain teman-teman sudah banyak yang berurusan dengan hukum. Dan memang benar kalau diperusahaan saya tidak diaftarkan semua di Kemenkumham karena ini perjanjian turunan dan tidak wajib sifatnya,” kata salah satu pejabat Finance. Dalam pasal 11 dalam UU tentang jaminan fidusia ini disebutkan bahwa semua bentuk perjanjian fidusia harus didaftarkan menjadi perjanjian fidusia di Kementrian Hukum dan HAM. Dalam penjelasan undang-undangya menyebutkan Pendaftaran Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai Benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia Sedangkan dalam proses pendaftaran menjadi perjanjian fidusia ini merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tertuang dalam peraturan pemerintah republik indonesia nomor 87 tahun 2000 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 26 tahun 1999 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada departemen kehakiman. Dengan ketentuan tertuang dalam lampiran PP no 87 tahun 2000 tentang tarif atas jenis penerimaan bukan pajak ini terdapat dalam lampiran yang menyebutkan dalam nomor jenis PNBP biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia untuk nilai penjaminan sampai Rp. 50 juta biaya pendaftaran Rp. 25 ribu, sedangkan untu nilai jaminan diatas Rp. 50 juta biaya pendaftaran Rp. 50 ribu. Seperti yang diungkapkan salah satu anggota DPRD Komisi A, Saiful Huda M mengungkapkan bahwa pihaknya sebelum melakukan pemanggilan kepada pihak terkait terlebih dahulu mendapatkan keluhan dari masyarakat atas praktik kredit di Tuban. Kemudian pihaknya melakukan analisa dan menemukan adanya dugaan pelanggaran hukum. Dari hasil pertemuan tersebut pihaknya menduga kuat adanya kerugian negara karena PNBP yang seharusnya diterima negara menjadi hilang karena perjanjian fidusia yang telah dibuat tidak didaftarkan. Dan potensi pendapatan negara dari biaya pendaftaran menjadi hilang. “mereka secara langsung mengakui kalau hampir semuanya tidak didaftarkan. dan alasanya beragam,” jelasnya. Lebih lanjut menurut politisi asal Kec. Windang ini menegaskan bahwa dalam pasal 11 dalam UU sudah jelas mengatur semua jenis perjanjian fidusia harus didaftarkan dan termasuk PNPB. “kalau dibuat rata-rata perbulan ada potensi 2.000 perjanjian maka potensi pendapatan negara dari sektor ini sudah mencapai Rp. 50 juta dan setahun Rp. 600 juta. Selain itu masyarakat mendapat kepastian hukum atas pejanjian yang dibuatnya,” tegasnya. Karena pertemuan ini rata-rata Finance mengatakan UU fidusia masih belum jelas membuat Komisi A akan mengagendakan untuk konsultasi hukum ke Jakarta. Dan akan mengagendakan hearing berikutnya setelah mendapatkan hasil. Dalam pertemuan ini diputuskan semua bentuk perjanjian kredit harus dilaporkan ke DPP.